Bagi
mereka yang mengetahui sosok dan kiprah KH. Abdul Razaq Ma`mun, salah
seorang ulama Betawi terkemuka di era tahun 50-an sampai awal tahun
80-an, bulan Nopember yang bersanding atau bersinggungan
dengan bulan Muharram adalah waktu yang istimewa. Sebab pada waktu
tersebut mereka kembali mengenang kiprah dan karya sosok ulama ini yang
wafat pada tanggal 25 Muharram 1404 H bertepatan dengan tanggal 1
Nopember 1983 di usia ke-67 tahun dan dimakamkan di Kompleks Masjid
Darussalam, Kuningan, Jakarta Selatan. Ia dimakamkan berdampingan dengan
makam ayahnya, Guru H. Muhammad Ma`mun bin Jauhari bin Mi`un.
Bukanlah sesuatu yang berlebihan jika melalui tulisan ini, kita
juga turut mengenangnya. Karena ia adalah salah satu dari ulama yang
sangat berperan dalam mencerdaskan umat Islam di Jakarta melalui lembaga
pendidikan yang didirikannya dan mampu menngkader murid-muridnya yang
datang dari Jakarta dan luar Jakarta sehingga menjadi ulama setangguh
dirinya.
Nama
lengkap beliau adalah KH. Abdul Razaq bin Ma`mun. Ia lahir pada bulan
Rabi`ul Awwal 1335H bertepatan dengan tahun 1916. Ia adalah cucu dari
Guru Muhammad Mughni, ulama besar Kuningan, Jakarta Selatan dari garis
ibu. Belum diketahui dengan pasti mengenai riwayat
pendidikannya di masa kecil sampai remaja, namun orang mengenalnya dari
kiprah dan karya yang diukirnya.
Salah satu kpirahnya adalah mendirikan Madrasah Raudhatul Muta’allimin dengan berbadan badan hukum yayasan. Kisah pendirian madrasah ini bermula ketika pada awal tahun 1945, ia bersama dua kyai Betawi lainnya (KH. Ali Syibromalisi dan KH. Abd. Syakur Khairy) mengikuti Mu’tamar Nahdhatul Ulama yang diadakan oleh PBNU di Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang Jawa – Timur. Beberapa
hari sebelum keberangkatannya menuju Jawa Timur mereka bertiga
berkumpul dikediaman H. Abd. Rachim bin Jahip untuk mempersiapkan
kepantasan perlengkapan diri dalam acara yang dianggap sangat penting
dan besar.
Sepulangnya
dari mengikuti mu’tamar, ketiga ulama tersebut dengan berbekal ilmu
disertai niat luhur, tulus serta pandangannya jauh ke depan dalam
bercita-cita dan melaksanakan amanat yang telah diterima dalam rangka
memajukan Agama, Bangsa, dan Negara dalam pendidikan dan ajaran-ajaran
Islam yang berpaham pada Ahlussunnah Wal Jama’ah, maka ketiga ulama
tersebut mulai mengembangkan visi dan misinya untuk mendirikan sebuah
lembaga pendidikan. Cita-cita yang mulia tersebut mendapat dukungan dan
restu dari para ulama Kuningan Jakarta Selatan diantaranya: KH. Abdulloh
bin H. Suhaemi, KH. Sahrowardi bin Guru Mughni dan KH. Rahmatulloh bin
Guru Mughni, serta sambutan yang sangat luar biasa dari masyarakat
Kuningan Mampang dan yang lebih menggembirakan lagi dukungan dari para
pengusaha yang ada di Jakarta Selatan khususnya Kuningan-Mampang.
Dengan
modal awal hasil pembelian tanah di Kuningan Mampang, para perintis
terus melakukan pendekatan kepada para pengusaha untuk perluasan
pembelian lahan tanah dan pembangunan sebuah pendidikan madrasah
disekitar lokasi tersebut, para pendiri telah didukung oleh beberapa
orang pengusaha susu di Kuningan dan pengusaha lainnya yang ada di
Jakarta Selatan, serta sumbangan moril maupun material masyarakat
Kuningan dan Mampang yang begitu antusias untuk mendirikan lembaga
pendidikan.
Ia
bukan saja dikenal sebagai pendiri dan pemimpin madrasah, tetapi juga
dikenal sebagai `singa podium`, namanya dikenal oleh hampir seluruh
penduduk Betawi kala itu. Kiprahnya mulai dikenal orang ketika pada
dekade 1950-an dan 1960-an, ia menjadi penceramah utama di Kwitang, di
majelis Habib Ali Kwitang, sehingga menjadi kesayangan Habib Ali
Kwitang. Kepiawaiaannya berpidato mengantarkannya juga
sebagai wakil Betawi yang diberikan kesempatan untuk menyampaikan
pandangan umum pada Muktamar NU tahun 1936 di Palembang. Begitu
pandainya ia merangkai dan mengungkapkan kata-kata sehingga membuat
Hadratusy Syaikh KH. Hasyim Asy`ari betiu menyukainya.
Ia
juga sosok ulama yang peduli dengan urusan sosial kemasyarakat dan juga
mendukung program pemerintah, jika program tersebut sangat bermanfaat
bagi masyarakat. Seperti ketika pada tahun 80-an, ketika pemerintah
menggalakan program transmigrasi, ia termasuk ulama yang sangat
mendukung program tersebut. Dukungannya itu bukan hanya dalam ucapan,
tetapi ia terjun langsung melihat nasib para transmigran di Lampung. Ia
beralasan bahwa para transmigran tersebut kebanyakan adalah umat Islam,
jika bukan umat Islam sendiri yang memperhatikan nasib mereka, lalu
siapa lagi? Di daerah transmigrasi itu, ia memberikan pembekalan mental
kepada para transmigran walau usianya sudah begitu lanjut, ia tetap
bersemangat.
Selain
itu, ia sangat peduli dengan pendidikan murid-muridnya. Salah satu
kepeduliannya adalah mengusahakan dana pendidikan agar murid-muridnya
dapat belajar ke Timur Tengah. Di antara murid-muridnya yang kemudian
menjadi ulama terkenal adalah KH. Abdul Azdhim Suhami, KH. Sidiq Fauzi,
KH. Salim Jaelani dan adiknya, KH. Soleh Jaelani, KH. Muchtar Ramli, KH.
Abdul Razak Chaidir, KH. Abdul Hayyi, dan KH. Abdur Rasyid. ***
Sumber :
http://islamic-center.or.id/betawi-corner/852-kh-abdul-razaq-mamun.html
Oleh: Rakhmad Zailani Kiki